Definisi, Unsur, Prinsip, Manfaat Program Total Quality Management (TQM)

1.      Definisi TQM

Mendefinisikan mutu / kualitas memerlukan pandangan yang komprehensif. Ada beberapa elemen bahwa sesuatu dikatakan berkualitas, yakni;[2]

1)  Kualitas meliputi usaha memenuhi atau melebihi harapan pelanggan
2)  Kualitas mencakup produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan
3)  Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (apa yang dianggap berkualitas saat ini mungkin dianggap kurang berkualitas pada saat yang lain).
4)  Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Mutu terpadu atau disebut juga Total Quality Management (TQM) dapat didefinisikan dari tiga kata yang dimilikinya yaitu: Total (keseluruhan), Quality (kualitas, derajat/tingkat keunggulan barang atau jasa), Management (tindakan, seni, cara menghendel, pengendalian, pengarahan). Dari ketiga kata yang dimilikinya, definisi TQM adalah: “sistem manajemen yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dengan kegiatan yang diupayakan benar sekali (right first time), melalui perbaikan berkesinambungan (continous improvement) dan memotivasi karyawan “ (Kid Sadgrove, 1995)[3]

Seperti halnya kualitas, Total Quality Management dapat diartikan sebagai berikut;

1)      Perpaduan semua fungsi dari perusahaan ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan pengertian serta kepuasan pelanggan (Ishikawa, 1993, p.135).
2)      Sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992, p.33).
3)      Suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungannya.[4]

Pengertian lain dikemukakan oleh Drs. M.N. Nasution, M.S.c., A.P.U. mengatakan bahwa Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus-menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses, dan lingkungannya.

2.      Unsur-unsur utama TQM

a)     Fokus pada pelanggan.
b)     Obsesi terhadap kualitas.
c)     Pendekatan ilmiah.
d)     Komitmen jangka panjang.
e)     Kerja sama tim.
f)      Perbaikan sistem secara berkesinambungan.
g)     Pendidikan dan pelatihan.
h)     Kebebasan yang terkendali.
i)      Kesatuan tujuan.
j)      Adanya keterlibatan dan pemberdayaan karyawan.[5]

3.      Prinsip-prinsip TQM

Ada beberapa tokoh yang mengemukakan prinsip-prinsip TQM. Salah satunya adalah Bill Crash, 1995, mengatakan bahwa program TQM harus mempunyai empat prinsip bila ingin sukses dalam penerapannya. Keempat prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

a)      Program TQM harus didasarkan pada kesadaran akan kualitas dan berorientasi pada kualitas dalam semua kegiatannya sepanjang program, termasuk dalam setiap proses dan produk.
b)      Program TQM harus mempunyai sifat kemanusiaan yang kuat dalam memberlakukan karyawan, mengikutsertakannya, dan memberinya inspirasi.
c)      Progran TQM harus didasarkan pada pendekatan desentralisasi yang memberikan wewenang disemua tingkat, terutama di garis depan, sehingga antusiasme keterlibatan dan tujuan bersama menjadi kenyataan.
d)     Program TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua prinsip, kebijaksanaan, dan kebiasaan mencapai setiap sudut dan celah organisasi.

Lebih lanjut Bill Creech, 1996, menyatakan bahwa prinsip-prinsip dalam sistem TQM harus dibangun atas dasar 5 pilar sistem yaitu; Produk, Proses, Organisasi, Kepemimpinan, dan Komitmen.

Lima Pilar TQM :

1)      Produk
2)      Proses
3)      Organisasi
4)      Pemimpin
5)      Komitmen

Produk adalah titik pusat untuk tujuan dan pencapaian organisasi. Mutu dalam produk tidak mungkin ada tanpa mutu di dalam proses. Mutu di dalam proses tidak mungkin ada tanpa organisasi yang tepat. Organisasi yang tepat tidak ada artinya tanpa pemimpin yang memadai. Komitmen yang kuat dari bawah ke atas merupakan pilar pendukung bagi semua yang lain. Setiap pilar tergantung pada keempat pilar yang lain, dan kalau salah satu lemah dengan sendirinya yang lain juga lemah.[6]

Pendapat lain dikemukakan oleh Hensler dan Brunnell (dalam Scheuing dan Christopher, 1993: 165-166) yang dikutip oleh Drs. M.N. Nasution, M.S.c., A.P.U. dalam bukkunya yang berjudul Manjemen Mutu Terpadu, mengatakan bahwa TQM merupakan suatu konsep yang berupaya, melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia. Untuk itu, diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. ada empat prinsip utama dalam TQM, yaitu :

1)      Kepuasan pelanggan.
2)      Respek terhadap setiap orang.
3)      Manajemen berdasarkan fakta.
4)      Perbaikan berkesinambungan.[7]

4.      Manfaat Program TQM

TQM sangat bermanfaat baik bagi pelanggan, institusi, maupun bagi staf organisasi.

–          Manfaat TQM bagi pelanggan adalah:

1)      Sedikit atau bahkan tidak memiliki masalah dengan produk atau pelayanan.
2)      Kepedulian terhadap pelanggan lebih baik atau pelanggan lebih diperhatikan.
3)      Kepuasan pelanggan terjamin.

–          Manfaat TQM bagi institusi adalah:

1)      Terdapat perubahan kualitas produk dan pelayanan
2)      Staf lebih termotivasi
3)      Produktifitas meningkat
4)      Biaya turun
5)      Produk cacat berkurang
6)      Permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat.

–          Manfaat TQM bagi staf Organisasi adalah:

1)      Pemberdayaan
2)      Lebih terlatih dan berkemampuan
3)      Lebih dihargai dan diakui

–          Manfaat lain dari implementasi TQM yang mungkin dapat dirasakan oleh institusi di masa yang akan datang adalah:

1)      Membuat institusi sebagai pemimpin (leader) dan bukan hanya sekedar pengikut (follower)
2)      Membantu terciptanya tim work
3)      Membuat institusi lebih sensitif terhadap kebutuhan pelanggan
4)      Membuat institusi siap dan lebih mudah beradaptasi terhadap perubahan
5)      Hubungan antara staf departemen yang berbeda lebih mudah

Persyaratan Implementasi TQM

Agar implementasi program TQM berjalan sesuai dengan yang diharapkan diperlukan persyaratan sebagai berikut:

1)      Komitmen yang tinggi (dukungan penuh) dari menejemen puncak.
2)      Mengalokasikan waktu secara penuh untuk program TQM
3)      Menyiapkan dana dan mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas
4)      Memilih koordinator (fasilitator) program TQM
5)      Melakukan banchmarking pada perusahaan lain yang menerapkan TQM
6)      Merumuskan nilai (value), visi (vision) dan misi (mission)
7)      Mempersiapkan mental untuk menghadapi berbagai bentuk hambatan
8)      Merencanakan mutasi program TQM.[8]

B.     TQM dalam Pendidikan

Manajemen Mutu Terpadu yang diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM) atau disebut pula Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu komponen terkait. M. Jusuf Hanafiah, dkk (1994:4) mendefinisikan Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan yang sistematis, praktis, dan strategis dalam menyelenggarakan suatu organisasi, yang mengutamakan kepentingan pelanggan. pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu. Sedang yang dimaksud dengan Pengeloaan Mutu Total (PMT) Pendidikan tinggi (bisa pula sekolah) adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu berkesinambungan sehingga pendidikan sebagai jasa yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para pelanggan baik masa kini maupun yang akan datang.

Dalam MMT sekolah dipahami sebagai Unit Layanan Jasa,  yakni pelayanan pembelajaran. Sebagai unit layanan jasa, maka yang dilayani sekolah (pelanggan sekolah ) adalah: 1) Pelanggan internal : guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi, 2) Pelanggan eksternal terdiri atas : pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orang tua, pemerintah dan masyarakat), pelanggan tertier (pemakai/penerima lulusan baik diperguruan tinggi maupun dunia usaha).[9]

Karakteristik Sekolah Bermutu Terpadu[10]

C.    Pengertian, Karakteristik, Dimensi Jasa Pendidikan[11]

1.      Pengertian Jasa Pendidikan

Jasa adalah meliputi segenap kegiatan ekonomi yang menghasilkan output (keluaran) berupa produk atau konstruksi (hasil karya) nonfisik, yang lazimnya dikonsumsi pada saat diproduksi dan memberi nilai tambah pada bentuk (form) seperti kepraktisan, kecocokan/kepantasan, kenyamanan, dan kesehatan, yang pada initnya menarik cita rasa pada pembeli pertama.

Sementara itu, jasa pendidikan merupakan jasa yang bersifat kompleks karena bersifat padat karya dan padat modal. Artinya, dubutuhkan banyak tenaga kerja yang memiliki skill khussu dalam bidang pendidikan dan padat modal karena membutuhkan infrastruktur (peralatan) yang lengkap.

2.      Karakteristik Jasa Pendidikan

a.       Tidak Berwujud (Intangibility)

Jasa tidak berwujud seperti produk fisik, yang menyebabkan pengguna jasa pendidikan tidak dapat melihat, mencium, meraba, mendengar, dan merasakan hasilnya sebelum mereka mengkonsumsinya (menjadi subsistem lembaga pendidikan). untuk menekan ketidak pastina, pengguna jasa pendidikan akan mencari tanda atau informasi tentan kualitas jasa tersebut. Tanda maupun informasi dapat diperoleh atas dasar letak lokasi lembaga pendidikan, lembaga pendidikan penyelenggara, peralatan dan alat komunkasi yang digunakan. Beberapa hal yang akan dilakukan lembaga pendidikan untuk meningkatkan calon pengguna jasa pendidikan adalah :

1.      Meningkatkan visualisasi jasa yang tidak berwujud menjadi berwujud
2.      Menekankan pada manfaat yang akan diperoleh (lulusan lembaga pendidikan)
3.      Menciptakan atau membangun suatu nama merek lembaga pendidikan (education brand name);
4.      Memakai nama seseorang yang sudah dikenal unuk meningkatkan kepercayaan konsumen.

b.      Tidak Terpisahkan (Inseparability)

Jasa pendidikan tidak dapat terpisahkan dari sumbernya, yaitu lembaga pendidikan yang menyediakan jasa tersebut. Artinya, jasa pendidikan dihasilkan dan dikonsumsi secara serempak (simultan) pada waktu yang sama. Jika peserta didik membeli jasa maka akan berhadapan langsung dengan penyedia jasa pendidikan. Dengan demikian, jasa lebih diutamakan penjualannya secara langsung dengan skala operasi yang terbatas. Oleh Karen itu, lembaga pendidikan dapat menggunakan strategi bekerja dalam kelompok yang lebih besar, bekerja lebih cepat, atau melatih para penyaji jasa agar mereka mampu membina kepercayaan pelanggannya (peserta didik).

c.       Bervariasi (Variability)

Jasa pendidikan yang diberikan seringkali berubah-ubah. Hal ini akan sangat tergantung kepada siapa yang menyajikannya, kapan, serta di mana disajikan jasa pendidikan tersebut. Oleh Karen itu, jasa pendidikan sulit untuk mencapai kualitas yang sesuai dengan standar. Untuk mengantisipasi hal tersebut, lembaga pendidikan dapat melakukan beberapa strategi dalam mengendalikan kualitas jasa yang dihasilkan dengan cara berikut. Pertama, melakukan seleksi dan mengadakan pelatihan untuk mendapatkan SDM jasa pendidikan yang lebh baik. Kedua, membuat standarrisasi proses kerja dalam menghasikan jasa pendidikan dengan baik. Ketiga, selalu memonitor kepuasan peserta didik melalui sistem kotak saran, keluhan, maupun survey pasar.

d.      Mudah Musnah (perihability)

Jasa pendidikan tidak dapat disimpan dalam jangka waktu tertentu atau jasa pendidikan tersebut mudah musnah sehingga tidak dapat dijual pada waktu mendatang. Karakteristik jasa yang cepat musnah bukanlah suatu masalah jika permintaan akan jasa tersebut stabil karena jasa pendidikan mudah dalam persiapan pelayanannya. Jika permintaannya berfluktuasi, lembaga pendidikan akan menghadapai masalh dalam mempersiapkan pelayananya. Untuk itu, diperlukan program pemasaran jasa yang sangan cermat agar permintaan terhadap jasa pendidkan selalu stabil.

3.      Dimensi Kualitas Pelayanan pada Jasa Pendidikan

Kualitas jasa pendidikan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi pelanggan atas pelayanan yang diperoleh atau diterima secara nyata oleh mereka dengan pelayanan yang sesungguhnya diharapkan. Jika kenyataan lebih dari yang diharrpkan, pelayanan dapat dikatakan bermutu. Sebaliknya jika kenyataan kurang dari yang diharapkan, pelayanan dapat dikatakan tidak bermutu Namun apabila kenyataan sama dengan harapan, maka kualitas pelayanan disebut memuaskan. Dengan demikian, kualitas pelayanan dapat didefinisikan seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang diterima mereka, dimensi jasa pendidikan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a)      Bukti Fisik (tangible)

Bukti fisik berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan  yang tercantum dalam pasal  Pasal 42 bab VII Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan yang berisi sebagai berikut :

(1)   Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

(2)   Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.[12]

b)        Keandalan (reliability)

Yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera atau cepat, akurat, dan memuaskan.

c)      Daya Tanggap (responsiveness)
Yaitu kemauan/kesediaan para staff untuk membantu para peserta didik dan memberikan pelayanan cepat tanggap.

d)     Jaminan (assurance)
Yaitu mencakup pengetahuan, kompetensi, kesopanan, respek terhadap peserta didik, serta memiliki sifat dapat dipercaya, bebas dari bahaya dan keragu-raguan. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 28 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, yang berisi :

(1)   Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.[13]

e)      Empati (empathy)
Yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi dengan baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan peserta didiknya.

Dimensi kualitas pelayanan yang mempengarui harapan dan kenyataan

Menurut Maxwell ada enam dimensi kualitas jasa pendidikan.

1.      Akses yang berhubungan dengan kemudahan mendapatkan jasa pendidikan yang diperoleh di tempat yang mudah dijangkau pada waktu yang tepat dan nyaman.
2.      Kecocokan dengan timgkat kebutuhan pelanggan, yaitu kecocokan akan profil tingkat pendidikan populasi dan kelompok yang membutuhkannya.
3.      Efektivitas yang berhubungan dengan adanya kemampuan penyaji jasa pendidikan (staf pengajar) untuk melayani atau menciptakan hasil yang diinginkan.
4.      Ekuitas yang berhubungan dengan distribusi sumber-sumber pelayanan lembaga pendidikan yang adil dalam suatu sistem yang didukung secara umum.
5.      Diterima secara social yang berhubungan dengan kondisi lingkungan, komunikasi dan kebebasan, atau keleluasaan pribadi.
6.      Efesiensi dan ekonomis yang mengacu kepada pengertian layanan terbaik untuk besarnya biaya yang tepat.

Dalam MMT (Manajemen Mutu Terpadu) keberhasilan sekolah diukur dari tingkat kepuasan pelanggan, baik internal maupun eksternal. Sekolah dikatakan berhasil jika mampu memberikan pelayanan sama atau melebihi harapan pelanggan. Dilihat jenis pelanggannya, maka sekolah dikatakan berhasil jika :

1.       Siswa puas dengan layanan sekolah, antara lain puas dengan pelajaran yang diterima, puas dengan perlakuan oleh guru maupun pimpinan, puas dengan fasilitas yang disediakan sekolah. Pendek kata, siswa menikmati situasi sekolah.
2.       Orang tua siswa puas dengan layanan terhadap anaknya maupun layanan kepada orang tua, misalnya puas karena menerima laporan periodik tentang perkembangan siswa maupun program-program sekolah.
3.       Pihak pemakai/penerima lulusan (perguruan tinggi, industri, masyarakat) puas karena menerima lulusan dengan kualitas sesuai harapan.
4.       Guru dan karyawan puas dengan pelayanan sekolah, misalnya pembagian kerja, hubungan antarguru/karyawan/pimpinan, gaji/honorarium, dan sebagainya. (Panduan Manajemen Sekolah, 2000:193).[14]
D.    Pendekatan Kualitas Layanan Jasa Pendidikan[15]

Mengevaluasi kualitas layanan jasa pendidikan diperlukan pendekatan yang komperhensif karena jasa pendidikan merupaka jasa yang memiliki karakteristik cukup kompleks dibandingkan jasa lainnya. Karena jasa pendidikan padat modal, investasi bidang pendidikan yang berkualitas dan memiliki value dari pengguna jasa pendidikan. Saat ini memerlukan modal yang sangat besar di samping padat karya (memerlukan tenaga SDM) yang memiliki dedikasi, kapabilitas, maupun skill yang spesifik.

Terdapat dua pendekatan untuk memberikan pelayanan yang bermutu kepada pengguna jasa pendidikan, yaitu sebagai berikut.

1.      Pendekatan Segitiga Layanan (triangle Service)

Merupakan suatu model interaktif manajemen layanan yang mencerminkan hubungan antara lembaga pendidikan dengan para pengguna jasa pendidikan (siswa/mahasiswa). Model tersebut terdiri dari 3 elemen, yaitu :

a)      Strategi Layanan (Service Layanan)
Suatu strategi untuk memberikan layanan dengan mutu yang sebaik-baiknya kepada para pengguna jasa. Strategi layanan yang efektif harus didasari oleh konsep atau misi yang dapat dengan mudah dimengerti oleh seluruh individu dalam lembaga pendidikan.

b)     Sumber Daya Manusia yang Memberikan Pelayanan (people)
Dalam hal ini ada tiga kelompok SDM yang memberikan layanan, yaitu SDM kelompok pertama adalah staf pengajar (guru, dosen) yang berhadapan secara langsung dengan pelanggan dalam proses pembelajaran. Kelompok SDM kedua adalah mereka yang menyiapkan sarana proses pembelajaran (alat untuk mempelancar proses pembelajaran) dan kelompok SDM ketiga adalah penjaga keamanan sekolah. Tergolong dalam kelompok manapun, SDM tetap diperlukan untuk memusatkan perhatian pada para pelanggan dengan cara mengetahui siapa pelanggan lembaga pendidikan tersebut, apa saja kebuthan para pelanggan, dan mencari tahu bagaimana cara memenuhi/memuaskan kebutuhannya.

c)      Sistem Layanan (service system)
Prosedur atau tata cara untuk memberikan layanan kepada para pelanggan yang melibatkan seluruh fasilitas fisik yang dimiliki dan sumber daya manusia yang ada. Sistem ini harus layanan yang efektif adalah kemudahan untuk memberikan layanan dengan sistem yang hampir tidak kelihatan oleh pelanggan.

2.      Pendekatan Total Quality Service (TQS)

Total quality service atau layanan mutu terpadu adalah suatu keadaan ketika sebuah lembaga pendidikan memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan bermutu kepada para pelanggan maupun pemilik lembaga pendidikan (pemerintah atau yayasan) san pegawainya. TQS ini memiliki 5 elemen yang saling terkait satu sama lain, yaitu :

a)      Riset Pasar dan Pelanggan (market and customer research)
Riset pasar adalah kegiatan penelitian terhadap struktur dan dinamika pasar tempat lembaga pendidikan berada yang meliputi identifikasi segmen pasar, analisis demografis, dan analisis kekuatan yang ada di dalam pasar itu sendiri.

b)      Perumusan Strategi (strategy formulation)
Suatu proses perancangan strategi untuk mempertahankan pelanggan yang ada dan meraih pelanggan baru.

c)      Pendidikan, Pelatihan, dan Komunikasi (education, traning and communication)
Pendidikan dan pelatihan sangat penting dalam pengembangan dan peningkatan mutu layanan (pengetahuan dan kemampuan) sumber daya manusia agar mereka mampu memberikan layanan yang bermutu kepada para pelanggannya. Adapun komunikasi berperan dalam mendistribusikan informasi kepada setiap individu yang terlibat dalam lembaga pendidikan.

d)     Penyempurnaan Proses (process improvement)
Penyempurnaan proses merupakan berbagai usaha di setiap hierarki manajemen pendidikan untuk secara berkesinambungan menyempurnakan proses pemberi layanan dan secara aktif memberikan cara baru dalam memperbaiki layanan.

e)      Penilaian, Pengukuran, dan Umpan balik (assessment, measurement, and feedback)
Penilaian, pengukuran, dan umpan balik berperan dalam menginformasikan kepada penyaji jasa pendidikan seberapa jauh mereka mampu memenuhi keinginan dan harapan pelanggannya. Hasil penilaian kinerja dan umpan balik dapat dijadikan dasar untuk memberikan balas jasa kepada merka, serta memberikan isyarat kepada lembaga pendidikan tentang apa yang masih harus diperbaiki, kapan diperbaiki, dan bagaimana cara memperbaikinya.

Sumber: Karl Albrecht & Ron Zemke (1990)
Total Quality Service (TQS)

E.     Kesenjangan  dan Upaya-upaya Perbaikan dalam Layanan Lembaga Pendidikan

Kesenjangan yang terjadi pada lembaga pendidikan, yang dapat membuat lembaga pendidikan tidak mampu memberikan layanan yang bermutu kepada para pelanggannya. Ada 5 kesenjangan yang dapat membuat lembaga pendidikan tidak mampu memberikan layanan yang bermutu kepada pelanggannya.

1)      Kesenjangan 1: Kesenjangan antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen lembaga pendidikan. Kesenjangan tersebut terbentuk akibat pihak manajemen lembaga pendidikan salah memahami apa yang menjadi harapan pelanggan lembaga pendidikan.

2)      Kesenjangan 2: Kesenjangan antara persepsi pihak manajemen lembaga pendidikan atas harapan pelanggan dan spesifikasi kualitas layanan. Kesenjangan tersebut terjadi akibat kesalahan dalam menerjemahkan persepsi pihak ke dalam bentuk tolak ukur kualitas layanan.

3)      Kesenjangan 3: Kesenjangan antara spesifikasi kualitas layanan dan pemberian layanan kepada pelanggan. Kesenjangan tersebut lebih di akibatkan oleh ketidakmampuan sumber daya manusia lembaga pendidikan untuk memenuhi standar mutu layanan yang ditetapkan.

4)      Kesenjangan 4: Kesenjangan antara pemberian layanan kepada pelanggan dan komunikasi eksternal lembaga pendidikan. Kesenjangan ini tercipta karena lembaga pendidikan tidak mampu memenuhi janjinya yang dikomunikasikan secara eksternal melalui berbagai bentuk promosi.

5)      Kesenjangan 5: Kesenjangan antara harapan pelanggan dan kenyataan layanan yang diterima. Kesenjangan tersebut  sebagai akibat tidak terpenuhinya harapan para pelanggan.

Menurut Zeithhaml ada beberapa cara untuk menghilangkan kesenjangan tersebut antara lain:

1)      Menghilangkan kesenjangan 1: memberikan kesempatan kepada para pelanggan untuk menyampaikan ketidakpuasan mereka kepada lembaga pendidikan, mencari tahu keinginan dan harapan para pelanggan lembaga pendidikan sejenis, melakukan penelitian yang mendalam tentang pelanggan, membentuk panel pelanggan, melakukan studi komperhensif tentang harapan pelanggan, memperbaiki kualitas komunikasi antarsumber daya manusia dalam lembaga pendidikan, serta mengurangi birokrasi lembaga pendidikan.

2)      Menghilangkan kesenjangan 2: memperbaiki kualitas kepemimpinan lembaga pendidikan, mempertinggi komitmen sumber daya manusia terhadap mutu layanan, mendorong sumber daya manusia lebih inovatif dan responsive terhadap ide-ide baru, serta standarisasi pekerjaan yang ingin dicapai secara efektif.

3)      Menghilangkan kesenjangan 3: memperjelas uraian pekerjaan, meningkatkan kesesuain antara sumber daya manusia, teknologi dan pekerjaan, megukur kinerja dan balas jasa sesuai dengan kinerja, membangun kerja sama antara sumber daya manusia, serta memperlakukan pelanggan seperti bagian dari keluarga besar lembaga pendidikan.

4)      Menghilangkan kesenjangan 4: memperlancar arus komunikasi antara unit dalam organisasi lembaga pendidikan, memberikan pelayanan yang konsisten, memberikan perhatian yang lebih besar pada aspek vital mutu layanan, menjada agar pesan yang disampaikan secara eksternal tidak membentuk harapan para pelanggan yang melebihi kemampuan lembaga pendidikan serta mendorong para pelanggan untuk menjadi pelanggan yang lebih baik dan loyal.[16]


F.      Strategi Peningkatan Mutu Layanan Pendidikan.
1. Fokus pada Pengguna Jasa Pendidikan (Pelanggan)

Kepuasan pengguna jasa pendidikan merupakan factor yang sangat penting dalam TQM. Oleh sebab itu, identifikasi pengguna jasa pendidikan dan kebutuhan mereka merupakan aspek yang krusial. Adapun langkah pertama TQM adalah memandang siswa/mahasiswa sebagai pelanggan yang harus dilayani dengan baik.

2. Kepemimpinan

Kesadaran akan kualitas dalam lembaga pendidikan tergantung kepada faktor intangibles, terutama sikap manajemen tingkat atas (pimpinan lembaga pendidikan dasar menengah, kepala sekolah, dan pemimpin perguruan tinggi/rektorat) terhadap kualitas jasa pendidikan. Pencapaian tingkat kualitas bukan hasil penerapan jangka pendek untuk meningkatkan daya saing, melainkan melalui implementasi TQM yang mensyaratkan kepemimpinan yang kontinyu.[17] Dewan sekolah, pengawas dan administrator berperan dalam memfokuskan dan memberi arahan pada wilayah dan sekolah. Merekalah yang memiliki visi masa depan, dan  mereka jugalah yang berkemampuan mengajak para guru dan staf untuk mau menerima visi itu sebagai miliknya. Ini mengacu pada tanggung jawab bersam. Para guru dan staf memiliki komitmen untuk mewujudkan visi tersebut.[18] Pemimpin perlu memiliki karakteristik pribadi yang mencakup dorongan, motivasi untuk memimpin, kejujuran dan integritas, kepercayaan diri, inisiatif, krativitas/originalitas, adaptabilitas/fleksibikitas, kemampuan kognitif, serta pengetahuan dan charisma. Kualitas manajerial pimpinan harus dapat memberikan inspirasi pada semua jajaran manajemen agar mampu memperagakan kualitas kepemimpinan yang sama, yang diperlukan untuk mengembangkan budaya TQM. Oleh sebab itu, keterlibatan langsung pemimpin lembaga pendidikan sangat penting.

3. Perbaikan yang Berkesinambungan

Perbaikan yang berkesenimbangunan berkaitan dengan komitmen (continuous quality improvement atau CQI) dan proses (continuous process improvement). Komitmen terhadap kualitas dimulai dengan pernyatann dedikasi pada misi dan visi bersama, serta pemberdayaan semua partisipan untuk secara inkremental mewujudkan visi tersebut (Lewis dan Simth, 1994). Perbaikan yang berkesinambungan tergantung kepada dua unsur. Pertama, mempelajari proses, alat, dan ketrampilan yang tepat. Kedua, menerapkan ketrampilan baru pada small achieveable projects. Upaya perbaikan kualitas secara berkesinambungan dalam lembaga pendidikan harus menggunakan pendekatan sistem terbuka atas fungsi inti lembaga pendidikan, student learning. Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk menjamin kualitas lembaga pendidikan, yaitu (1) Pendekatan akreditas, (2) Pendekatan outcome assessment, dan (3) Pendekatan sistem terbuka (Lewish & Smith, 1994).[19]

Penyempurnaan kualitas berkesinambungan dalam lembaga pendidikan
Perbaikan berkelanjutan merupakan hal penting untuk setiap organisasi mutu. Perbaikan tersebut hanya dapat dicapai bila setiap orang disekolah atau wilayah bekerja bersama-sama dan:

* Menerapkan roda mutu pada setiap aspek kerja
* Memahami manfaat jangka panjang pendekatan biaya mutu
* Mendorong semua perbaikan baik besar maupun kecil
* Mefokuskan pada upaya pencegahan dan bukab penyelesaian masalah[20]

4. Manajemen SDM

Selain merupkan aset organisasi yang paling vital, sumber daya manusia merupakan pelanggan internal yang menetukan kualitas akhir sebuah jasa dan lembaganya. Oleh sebab itu, sukses tidaknya implementasi TQM sangat ditentukan oleh kesiapan, kesediaan, dan kompetensi sumber daya manusia dalam lembaga pendidikan yang bersangkutan untuk merealisasikannya secara sungguh-sungguh.
5. Manajemen Berdasarkan Fakta

Pengambilan keputusan harus didasarkan pada fakta yang nyata tentang kualitas yang didapatkan dari berbagai sumber di seluruh jajaran organisasi. Jadi, tidak semata-mata atas dasar intuisi, praduga, atau organizational politics. Berbagai alat telah dirancang dan dikembangkan untuk mendukung pengumpulan dan analisi data, serta pengambilan keputusan berdasarkan fakta.[21]

III. KESIMPULAN

Total Quality Management (TQM) adalah suatu pendekatan yang sistematis, praktis, dan strategis dalam menyelenggarakan suatu organisasi, yang mengutamakan kepentingan pelanggan. pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu. Sedang yang dimaksud dengan MMT Pendidikan tinggi (bisa pula sekolah) adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu berkesinambungan sehingga pendidikan sebagai jasa yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para pelanggan baik masa kini maupun yang akan datang.

Dalam MMT sekolah dipahami sebagai Unit Layanan Jasa,  yakni pelayanan pembelajaran. Sebagai unit layanan jasa, maka yang dilayani sekolah (pelanggan sekolah ) adalah: 1) Pelanggan internal : guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi, 2) Pelanggan eksternal terdiri atas : pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orang tua, pemerintah dan masyarakat), pelanggan tertier (pemakai/penerima lulusan baik diperguruan tinggi maupun dunia usaha)

Peningkatan kualitas merupakan salah satu prasyarat agar kita dapat memasuki era globlalisasi yang penuh dengan persaingan. Untuk itu peningkatan kualitas layanan merupakan salah satu cara dalam meningkatkan mutu pendidikan agar dapat survive dalam era global. Secara langsung peningkatan kinerja suatu lembaga pendidikan akan berpengaruh terhadap peningkatan kepuasan konsumen/pelanggan eksternal ataupun internal.

This entry was posted in TQM. Bookmark the permalink.

Leave a comment